CERMIN
Bagaikan pantulan diri kita ketika bercermin. Nah begitulah gambaran kehidupan ini sebenarnya. Simpel saja, apa yang kita perbuat/lakukan semua pasti akan berbalik/memantul ke diri kita kembali. Karena memang begitu hakikatnya.
Jadi, jika kita berbuat baik kepada orang lain, maka kebaikan itu kapan waktunya akan berbalik pada kita. Walaupun kita gak pernah tau datangnya kebaikan itu melalui apa dan siapa. Tapi pasti kebaikan itu akan kembali pada kita, bahkan bisa jadi digantikan dengan lebih banyak kebaikan.
Begitu juga jika kita melakukan suatu keburukan terhadap orang lain, yakinlan suati saat keburukan itu akan menimpa diri kita sendiri. Bahkan mungkin lebih buruk lagi. Maka berpikirlah sebelum melakukan suatu keburukan. Jika diri kita sendiri tidak ingin diperlakukan buruk oleh orang lain.
Begitupun dalam persoalan pasangan hidup. Layaknya cermin. Pasangan hidup kita bisa jadi adalah cerminan dari diri kita, cerminan dari perilaku dan sifat kita, cerminan dari keseharian kita. Walaupun mungkin ada juga yang menemukan pasangan bertolak belakang dengan sifatnya.
Namun untuk memicu kita agar senantiasa memperbaiki diri. Maka kita harus pegang prinsip yang pertama. Yaitu, pasangan hidup kita adalah cerminan dari diri kita. Jadi dengan begitu, kita akan selalu mencoba menjadi yang terbaik agar dipertemukan dengan orang yang terbaik pula.
Tentu saja terbaik bukan menurut pilihan kita, melainkan terbaik menurut pilihanNya, menurut ketetapanNya. Karena yakinlah Dia (Allah) Yang Maha Mengetahui apa-apa yang hambanya butuhkan bukan yang mereka inginkan. Dan Allah lah Sang pengatur skenario terindah.
Agar kita sadar, maka kita harus selalu ingat dengan "cermin". Agar kita bisa selalu berkaca pada diri kita setiap saat. Berkaca bagaimana kelakuan kita selama ini, berkaca tentang apa dari diri kita yang harus diperbaiki.
Cara itu yang bisa membuat kita lebih memahami diri sendiri. Bukankah sebelum kita berusaha memahami orang lain, kita harus paham betul tentang diri kita sendiri?
Dengan memegang prinsip "Cermin" juga, kita bisa begitu kuat pada komitmen dan menjaga kepercayaan. Kenapa? Ya tentu, karena kalau kita selalu mengingat "cermin" maka kita akan berpikir dua kali, misalkan untuk mengungkari janji atau mengkhianati pasangan kita, walaupun dia berada jauh dari kita.
Karena kita mempunyai keyakinan. Jika kita melakukan hal itu, maka pasangan kita juga pasti akan melakukan hal yang sama. Karena perbuatan dia adalah pantulan dari apa yang kita perbuat.
Nah coba semua orang berpikir begitu dulu sebelum bertindak. Pasti ngga ada deh orang yang menyakiti orang lain, yang berbuat keburukan terhadap orang lain. Dan ngga akan ada yang namanya sakit hati. Tapi? Ya memang hanya sebagian orang yang bisa seperti itu.
Jadi cermin ini bisa disebut juga sebagai perumpamaan sebab-akibat atau apa yang ditanam itu yang akan dituai. So, ngga usah heran ya. Kalau misalkan kamu suatu saat disakiti orang lain, jangan salahkan orang itu. Tapi coba introspeksi diri kamu dahulu.
Pernah ngga kamu menyakiti orang lain?
Jika kamu suatu saat misalkan disia-siakan oleh orang yang kamu sayang, tidak dihiraukan, diabaikan, dan bahkan ditinggalkan padahal kamu sayang banget sama dia. Coba deh, tengok ke belakang.
Pernah ngga kamu ngelakuin hal yang sama yang sekarang menimpa kamu? Pernah ada ngga orang yang pernah kamu perlakukan seperti itu sedangkan dia itu benar-benar tulus sayang sama kamu? Kalau kamu udah menemukan jawabannya.
Segera deh instrospeksi diri, ngga usah menyesali keadaan tapi perbaikilah keadaan dengan berubah menjadi pribadi yang lebih baik :).
Jadi, jika kita berbuat baik kepada orang lain, maka kebaikan itu kapan waktunya akan berbalik pada kita. Walaupun kita gak pernah tau datangnya kebaikan itu melalui apa dan siapa. Tapi pasti kebaikan itu akan kembali pada kita, bahkan bisa jadi digantikan dengan lebih banyak kebaikan.
Begitu juga jika kita melakukan suatu keburukan terhadap orang lain, yakinlan suati saat keburukan itu akan menimpa diri kita sendiri. Bahkan mungkin lebih buruk lagi. Maka berpikirlah sebelum melakukan suatu keburukan. Jika diri kita sendiri tidak ingin diperlakukan buruk oleh orang lain.
Begitupun dalam persoalan pasangan hidup. Layaknya cermin. Pasangan hidup kita bisa jadi adalah cerminan dari diri kita, cerminan dari perilaku dan sifat kita, cerminan dari keseharian kita. Walaupun mungkin ada juga yang menemukan pasangan bertolak belakang dengan sifatnya.
Namun untuk memicu kita agar senantiasa memperbaiki diri. Maka kita harus pegang prinsip yang pertama. Yaitu, pasangan hidup kita adalah cerminan dari diri kita. Jadi dengan begitu, kita akan selalu mencoba menjadi yang terbaik agar dipertemukan dengan orang yang terbaik pula.
Tentu saja terbaik bukan menurut pilihan kita, melainkan terbaik menurut pilihanNya, menurut ketetapanNya. Karena yakinlah Dia (Allah) Yang Maha Mengetahui apa-apa yang hambanya butuhkan bukan yang mereka inginkan. Dan Allah lah Sang pengatur skenario terindah.
Agar kita sadar, maka kita harus selalu ingat dengan "cermin". Agar kita bisa selalu berkaca pada diri kita setiap saat. Berkaca bagaimana kelakuan kita selama ini, berkaca tentang apa dari diri kita yang harus diperbaiki.
Cara itu yang bisa membuat kita lebih memahami diri sendiri. Bukankah sebelum kita berusaha memahami orang lain, kita harus paham betul tentang diri kita sendiri?
Dengan memegang prinsip "Cermin" juga, kita bisa begitu kuat pada komitmen dan menjaga kepercayaan. Kenapa? Ya tentu, karena kalau kita selalu mengingat "cermin" maka kita akan berpikir dua kali, misalkan untuk mengungkari janji atau mengkhianati pasangan kita, walaupun dia berada jauh dari kita.
Karena kita mempunyai keyakinan. Jika kita melakukan hal itu, maka pasangan kita juga pasti akan melakukan hal yang sama. Karena perbuatan dia adalah pantulan dari apa yang kita perbuat.
Nah coba semua orang berpikir begitu dulu sebelum bertindak. Pasti ngga ada deh orang yang menyakiti orang lain, yang berbuat keburukan terhadap orang lain. Dan ngga akan ada yang namanya sakit hati. Tapi? Ya memang hanya sebagian orang yang bisa seperti itu.
Jadi cermin ini bisa disebut juga sebagai perumpamaan sebab-akibat atau apa yang ditanam itu yang akan dituai. So, ngga usah heran ya. Kalau misalkan kamu suatu saat disakiti orang lain, jangan salahkan orang itu. Tapi coba introspeksi diri kamu dahulu.
Pernah ngga kamu menyakiti orang lain?
Jika kamu suatu saat misalkan disia-siakan oleh orang yang kamu sayang, tidak dihiraukan, diabaikan, dan bahkan ditinggalkan padahal kamu sayang banget sama dia. Coba deh, tengok ke belakang.
Pernah ngga kamu ngelakuin hal yang sama yang sekarang menimpa kamu? Pernah ada ngga orang yang pernah kamu perlakukan seperti itu sedangkan dia itu benar-benar tulus sayang sama kamu? Kalau kamu udah menemukan jawabannya.
Segera deh instrospeksi diri, ngga usah menyesali keadaan tapi perbaikilah keadaan dengan berubah menjadi pribadi yang lebih baik :).
Komentar
Posting Komentar